Percobaan dilakukan sedemikian rupa dengan menyediakan semacam tuas yang dihubungkan dengan aliran listrik. Tikus itu dapat menggerakkan tuas itu untuk memperoleh aliran listrik yang mengena langsung pada daerah sistem limbik di otaknya. Terlihat bahwa rasa nikmat itu demikian hebat sehingga tikus tersebut terus mengulanginya menekan tuas itu sebanyak 5000 kali dalam 1 jam. Meski haus, lapar ataupun ingin kawin, tampaknya dia lebih memilih untuk menekan tuas itu meskipun ketika mereka dalam keadaan senang, mereka tidak begitu peduli pada rasa sakit di tubuhnya. beberapa tikus begitu senangnya menekan tuas dan memperoleh kenikmatan terlalu banyak, sehingga pada akhirnya pingsan karena kelelahan.
Sekarang banyak psikolog semakin yakin bahwa hewan menyusui termasuk manusia memiliki sirkuit-sirkuit dalam otak yang berhubungan dengan kesenangan, dan sirkuit tersebut rupanya terletak di hampir seluruh permukaan otak termasuk frontal lobe dari cortex. Kita belum mengetahui sampai saat ini bagaimana cara kerja daerah tersebut. Beberapa ilmuwan perilaku berpendapat bahwa sebelum dilahirkan manusia sudah di programkan untuk mengalami dua macam kenikmatan. Reseptor rangsangan indera yang berhubungan dengan kenikmatan di daerah tertentu di otak akan menjadi aktif bila ada kebutuhan biologis seperti lapar, haus, pemenuhan kebutuhan itu akan menimbulkan rasa lega sebagai suatu kenikmatan yang ringan dan juga kegembiraan. Harapan akan kegembiraan ini dapat dipandang sebagai insentif yang mendorong hewan itu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Perangsangan yang berpusat pada kenikmatan tampaknya tidak dapat terus memberikan kenikmatan sepanjang waktu. Keinginan terus-menerus merangsang pusat kenikmatan mungkin (dan mungkin tidak) di pengaruhi oleh kebutuhan sesaat yang mendesak. Terdapat juga bukti bahwa pusat kenikmatan terangsang sewaktu hewan belajar dan mengingat, dalam hal ini neurotransmitter dopamin turut berperan.
Bagaimana orang akan bereaksi bila pusat kenikmatan di otaknya memperoleh rangsangan? Sejak awal tahun 1950-an dr Robert Heath telah sering menggunakan perangsangan terapeutik untuk mengobati penderita keluhan nyeri menahun dan untuk mengendalikan tipe perilaku problematis tertentu. Pada salah satu usahanya, Heath dan teman-temannya mencoba menolong orang yang tiba-tiba terserang tidur yang amat dalam, kelemahan otot, kegiatan impulsif, sebuah gejala dari dua orang pria yang menderita epilepsi. Para peneliti ini menaruhkan sejumlah elektroda ke dalam otak pasien. Enam bulan setelah pria itu sembuh dari pembedahan, dimulailah pengamatan, pasien tersebut dapat merangsang daerah otak tertentu dengan cara menekan tombol yang dipasang pada ikat pinggangnya. Perangsangan pada daerah tertentu menimbulkan perasaan "nyaman dan nikmat" atau "gairah seksual" atau menghilangkan "pikiran jahat" atau menimbulkan "rasa dingin". Perangsangan daerah lain menimbulkan rasa "mabuk". Penelitian yang dilakukan oleh Heath dan teman-temannya memperlihatkan bahwa manusia tidak terlalu rakus untuk menekan tombol itu secara terus-menerus seperti tikus percobaan. Pasien menekan tombol kenikmatan dengan berbagai macan tujuan disamping agar merasa gembira. Pada beberapa orang, tombol ditekan untuk memperoleh kenangan masa lalu atau untuk menghilangkan gejala tertentu. Perangsangan untuk memperoleh kenikmatan itu tampaknya tidak dipandang sebagai sesuatu yang menggembirakan seperti apa yang diharapkan. Terhadap kemungkinan orang akan tergantung pada perangsangan otak seperti itu, nampaknya tidak menimbulkan persoalan serius.
Pembedahan untuk mengendalikan perilaku yang kejam dan penuh kekerasan seringkali disebut sebagai bedah psikologis. Beberapa psikolog yakin bahwa bedah otak untuk tujuan pengobatan dapat dibenarkan karena dapat menolong banyak orang, misalnya, terlalu sering marah, murung, agresi, terlalu aktif dan nyeri berkepanjangan. Para ahli bedah syaraf berpendapat bahwa merangsang dan mencatat kegiatan dari otak banyak membantu dokter mengenali dan menghancurkan jaringan yang menimbulkan masalah tanpa harus menganggu jaringan lain yang masih baik. Tapi banyak pula ilmuwan perilaku meragukan bedah otak dengan alasan :
-sirkuit otak tertentu memainkan peran ganda
-peta otak manusia masih dianggap kasar dan belum lengkap
-bedah otak tidak mungkin diperbaiki kembali
-akibat bedah otak dalam jangka panjang yang sulit diketahui