Perkembangan adalah suatu rangkaian perubahan yang progresif, teratur dan koheren menuju kedewasaan. Prinsip ini menekankan bahwa berkembang itu secara eksplisit berarti maju terus dengan teratur.
Perkembangan ditentukan oleh faktor keturunan dan lingkungan secara berpasangan yang bekerja bersama dalam bentuk proses maturisasi (penyempurnaan, pelengkapan, dan pematangan alat-alat tubuh yang alamiah) dan proses learning (belajar melalui pengalaman, latihan dan pendidikan).
Dan akhirnya, perkembangan adalah sesuatu yang bersifat kontinyu.
1. Tahap perkembangan psikologis berdasar unsur-unsur biologis
Menurut pendapat Aristoteles :
- tahap 1 dari umur 0,0 s/d 7,0 adalah masa bermain.
- tahap 2 dari umur 7,0 s/d 14,0 adalah masa belajar atau masa sekolah rendah.
- tahap 3 dari umur 14,0 s/d 21,0 adalah masa pubertas dan peralihan dari anak-anak ke dewasa.
Menurut pendapat Kretschmer :
- tahap 1 dari umur 0,0 s/d 3,0 tubuh anak kelihatan pendek dan gemuk.
- tahap 2 dari umur 3,0 s/d 7,0 tubuh anak kelihatan langsing atau memanjang.
- tahap 3 dari umur 7,0 s/d 13,0 tubuh anak kelihatan gemuk kembali.
- tahap 4 dari umur 13,0 s/d 20,0 tubuh kelihatan langsing kembali.
Menurut Freud, energi psikologis dibagi menjadi Id, Ego dan Superego, fase perkembangannya adalah :
- fase oral, dari umur 0,0 s/d 1,0 mulut merupakan daerah pokok aktivitas dinamik.
- fase anal, dari umur 1,0 s/d 3,0 dorongan dan tahanan terpusat pada fungsi-fungsi pembuangan kotoran.
- fase falix, dari umur 3,0 s/d 5,0 daerah alat kelamin merupakan daerah erogen terpenting.
- fase laten, dari umur 5,0 s/d 12,0 impuls-impuls cenderung pada keadaan mengendap.
- fase pubertas, dari umur 12,0 s/d 20,0 impuls-impuls menonjol kembali, apabila impuls dapat dipindahkan
oleh ego, maka sampailah pada fase genital.
- fase genital, yaitu individu yang telah siap untuk terjun dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Tahap perkembangan berdasarkan instruksional.
Dasar-dasar instruksional dapat melalui beberapa kemungkinan yaitu :
- apa yang harus diberikan kepada anak didik pada masa tertentu.
- bagaimana cara mengajar atau menyajikan pengalaman belajar kepada anak didik pada masa tertentu.
Menurut Comenius :
- sekolah ibu (schola materna), untuk anak-anak umur 0,0 s/d 6,0.
- sekolah bahasa ibu (schola vernicula), untuk anak-anak umur 6,0 s/d 12,0.
- sekolah latin (scola latina), untuk anak-anak umur 12,0 s/d 18,0.
- akademi (academia), untuk remaja umur 18,0 s/d 24,0.
Menurut J. J. Rousseau :
- tahap 1 dari umur 0,0 s/d 2,0 adalah masa asuhan.
- tahap 2 dari umur 2,0 s/d 12,0 adalah masa pendidikan jasmani dan panca indera.
- tahap 3 dari umur 12,0 s/d 15,0 adalah masa pendidikan kal.
- tahap 4 dari umur 15,0 s/d 20,0 adalah masa pendidikan watak dan agama.
3. Tahap-tahap perkembangan berdasarkan psikologis.
Pada umumnya individu mengalami masa kegoncangan dua kali, yaitu pada tahun ke-3 dan tahun ke-4 dan kegoncangan pada masa pubertas.
- dari lahir sampai dengan masa kegoncangan pertama disebut masa kanak-kanak.
- dari masa kegoncangan pertama sampai dengan masa kegoncangan ke-2 disebut masa keserasian sekolah.
- dari masa kegoncangan ke-2 sampai akhir masa remaja disebut masa kematangan.
Menurut pendapat Piaget :
- fase senso-motorik yang berlangsung dari umur 0,0 s/d 2,0.
- fase pre-operational yang berlangsung dari umur 2,0 s/d 7,0.
- fase operational yang berlangsung dari umur 7,0 s/d 12,0.
- fase formal-operational dimulai dari sejak individu berumur 12,0.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia :
- faktor endogen yaitu sifat yang dibawa individu sejak lahir dan merupakan faktor keturunan.
- faktor hubungan individu dengan lingkungannya, berupa lingkungan fisik (tanah, air , udara) dan lingkungan
sosial (interaksi antar individu, baik individu yang saling mengenal maupun yang tidak saling mengenal).
Senin, 10 Oktober 2011
Senin, 26 September 2011
Memahami Schizophrenia
Hasil scan otak pada penderita schizo.
- Kekacauan pikiran dan perhatian, kata-kata dan frase-frase dalam pembicaraan orang schizophrenia memang bermakna tapi hubungan antara kata dan frase tidak ada sama sekali. Adanya kesulitan untuk menyaring stimulus dari luar. Individu tersebut menanggapi banyaknya stimulus yang masuk secara bersamaan dan sulit mengambil makna dari masukan yang banyak tersebut. Pembicaraan yang tak ada ujung pangkalnya, mencerminkan gangguan assosiasi yang tidak relevan.
- Kekacauan persepsi, dalam episode akut dilaporkan bahwa dunia menjadi tampak lain, suara lebih keras, warna lebih mencolok, tubuh tampak tidak sama, tidak mengenali diri sendiri dalam cermin, ketidakmampuan memahami sesuatu sebagai satu keseluruhan (tidak bisa melihat perawat sebagai seorang manusia tapi hanya bagian-bagian tubuhnya saja).
- Kekacauan afektif, tidak mampu memberi respon emosional yang wajar, memgungkapkan perasaan yang tidak sesuai situasi atau pikiran yang dikatakan.
- Penarikan diri dari realita, menarik diri dari pergaulan dan asyik dengan khayalannya sendiri dan menjadi intens, sehingga tidak mengenal hari, bulan dan tahun serta dimana ia berada.
- Delusi dan halusinasi, delusi yang paling umum adalah keyakinan bahwa kekuatan eksternal mencoba mengendalikan pikiran dan tindakan orang tersebut. Juga seringkali terdapat keyakinan bahwa orang atau kelompok tertentu mengancam dan secara diam-diam merencanakan perlawanan pada orang itu. Yang kurang umum adalah bahwa orang tersebut sangat kuat dan penting sekali (grandeur). Halusinasi dapat terjadi sendiri atau karena keyakinan delusi halusinasi auditorik yang biasanya berupa suara-suara yang menyatakan pada individu tersebut tentang apa yang harus dilakukannya, juga terdapat halusinasi visual dan sensorik.
Memahami Gangguan Afektif
Seasonal Affective Disorder.
Menurut teori psiko-analisa, depresi ditafsirkan sebagai suatu reaksi kehilangan (kehilangan orang yang dicintai, kehilangan kedudukan, dukungan moral dari teman). Orang depresi bereaksi dengan kehilangan itu dengan intens karena situasi baru itu membawanya kembali kepada semua bentuk ketakutan da perasaan kehilangan pada masa lalu yang terjadi pada masa kanak-kanak yaitu kehilangan kasih sayang orang tuanya. Karena beberapa hal kebutuhan individu tersebut akan kasih sayang dan perhatian tidak terpenuhi pada masa kecilnya. Suatu kehilangan dalam kehidupannya dikemudian hari dapat menyebabkan individu mundur (regress) pada keadaan tergantung dan tak berdaya ketika kehilangan yang sebenarnya terjadi. Oleh karena sebagian dari perilaku orang depresi tersebut mencerminkan suatu jerita cinta, suatu tanda ketakberdayaan dan seruan untuk memperoleh kasih sayang dan rasa aman. Reaksi kehilangan bercampur dengan perasaan marah terhadap orang yang meninggalkan. Asumsi yang mendasari teori psiko-analisa ialah orang yang cenderung mendapat depresi telah belajar menekan rasa bencinya karena mereka takut ditinggalkan oleh mereka yang memberi dukungan kepadanya. Orang ini dapat pula salah kaprah dengan mengalihkan kemarahannya pada dirinya sendiri.
Senin, 12 September 2011
Teori Emosi
Tidak ada perbedaan yang jelas antara motivasi dan emosi. dasar paling umum untuk membedakan keduanya berasumsi bahwa, biasanya ditimbulkan oleh stimulus eksternal dan bahwa ekspresi adalah emosi yang diarahkan pada stimulus dalam lingkungan yang menimbulkan emosi tersebut. Sebaliknya motivasi lebih sering ditimbulkan oleh stimulus internal dan biasanya di arahkan pada subyek tertentu dalam lingkungan, misalnya : makanan, air, teman kencan. Motivasi biasanya memusatkan diri pada aktivitas yang terarah kepada tujuan. Dalam emosi perhatian kita terpusat pada pengalaman efektif dan subyektif yang menyertai perilaku kita lebih menyadari kita bila upaya untuk mencapai tujuan tersebut mendapat hambatan (emosi marah, putus asa) dan bila tujuan tercapai (senang, bahagia, gembira).
Teori Proses Tandingan (Solomon dan Carbit 1974, Solomon 1970)
Teori ini berasumsi bahwa, otak diatur untuk melawan atau menekan respon emosional, baik respon yang menyenangkan maupun yang aversif. Jika suatu peristiwa menimbulkan suatu keadaan emosional, keadaan emosional yang berlawanan (keadaan yang cenderung menghapus keadaan awal tadi) akan segera diaktifkan segera setelah itu. Singkat kata dapat disebut sebagai 'keadaan A' dan lawannya 'keadaan B' (keadaan B merupakan proses yang ditimbulkan bila keadaan A menjadi aktif). Efek pemaparan ulang stimulus yang membangkitkan emosi dapat digambarkan melalui pengujian dinamika emosi yang berkaitan dengan penggunaan zat adiktif misalnya, sedikit dosis Morfin menimbulkan pengalaman 'nikmat tiada tara', digambarkan sebagai semacam kenikmatan seksual yang kuat yang dirasakan diseluruh tubuh. Pengalaman itu diikuti keadaan euphoria yang kurang kuat. Setelah penggunaan obat dihentikan, pemakai mengalami kecanduan yang aversif yang disebut 'penghindaran' yang beberapa saat kemudian memudar. Morfin tersebut menimbulkan tingkat puncak untuk keadaan A (pengalam seksual yang kuat), diikuti penurunan intensitas (euphoria). Ketika dosis obat tersebut kehilangan efeknya (keadaan B/penghindaran) timbul dan kemudian menghilang secara bertahap.
Jika dosis obat sering diulang, pengalaman emosi tersebut akan berubah. Pengalaman seksual yang kuat tidak dapat lagi dialami dan euphoria hanya sedikit, sindrom penghindaran menjadi lebih kuat dan durasinya menjadi lebih lama yang mendorong untuk meningkatkan dosis obat. Jadi terbentuklah lingkaran setan. Semakin sering obat digunakan, proses tandingan menjadi semakin kuat dan berlangsung lebih lama.
Teori Proses Tandingan (Solomon dan Carbit 1974, Solomon 1970)
Teori ini berasumsi bahwa, otak diatur untuk melawan atau menekan respon emosional, baik respon yang menyenangkan maupun yang aversif. Jika suatu peristiwa menimbulkan suatu keadaan emosional, keadaan emosional yang berlawanan (keadaan yang cenderung menghapus keadaan awal tadi) akan segera diaktifkan segera setelah itu. Singkat kata dapat disebut sebagai 'keadaan A' dan lawannya 'keadaan B' (keadaan B merupakan proses yang ditimbulkan bila keadaan A menjadi aktif). Efek pemaparan ulang stimulus yang membangkitkan emosi dapat digambarkan melalui pengujian dinamika emosi yang berkaitan dengan penggunaan zat adiktif misalnya, sedikit dosis Morfin menimbulkan pengalaman 'nikmat tiada tara', digambarkan sebagai semacam kenikmatan seksual yang kuat yang dirasakan diseluruh tubuh. Pengalaman itu diikuti keadaan euphoria yang kurang kuat. Setelah penggunaan obat dihentikan, pemakai mengalami kecanduan yang aversif yang disebut 'penghindaran' yang beberapa saat kemudian memudar. Morfin tersebut menimbulkan tingkat puncak untuk keadaan A (pengalam seksual yang kuat), diikuti penurunan intensitas (euphoria). Ketika dosis obat tersebut kehilangan efeknya (keadaan B/penghindaran) timbul dan kemudian menghilang secara bertahap.
Jika dosis obat sering diulang, pengalaman emosi tersebut akan berubah. Pengalaman seksual yang kuat tidak dapat lagi dialami dan euphoria hanya sedikit, sindrom penghindaran menjadi lebih kuat dan durasinya menjadi lebih lama yang mendorong untuk meningkatkan dosis obat. Jadi terbentuklah lingkaran setan. Semakin sering obat digunakan, proses tandingan menjadi semakin kuat dan berlangsung lebih lama.
Senin, 15 Agustus 2011
Faktor Motivasi Dalam Agresi
Teori psiko-analis mengatakan adanya naluri agresif bawaan yang menyebabkan orang bertindak agresif. Sedangkan teori dorongan mengatakan adanya frustasi yang menyebabkan adanya dorongan untuk bertindak agresif sehingga diekspresikan dengan perilaku agresif. Sedangkan teori belajar sosial mengatakan bahwa adanya pengalaman aversif masa lalu yang menyebabkan keterbangkitan emosi berupa emosi ketergantungan, emosi prestasi, pengunduran atau penyerahan diri, emosi agresi. Dalam teori belajar sosial juga mengatakan adanya pertimbangan insentif yang menjadikan perilaku yang antisipasikan untuk masa depan dan perilaku tersebut mencakup gejala psiko-somatisme, penggunaan drugs dan usaha pemecahan masalah secara konstruktif.
Respon Seksual Pada Wanita
1. Fase rangsangan seksual
Mengacu pada respon anatomis dan fisiologis terhadap kegiatan atau pemikiran seksual yang merangsang dari titik paling rendah hingga rangsangan seks tinggi. Kebanyakan perubahan yang terjadi diakibatkan oleh peningkatan aliran darah ke dalam organ kelamin dan adanya perubahan lokal dalam pembuluh darah organ tersebut. Hal ini menyebabkan pembesaran dan pelumasan vagina dimulai 30 detik setelah rangsangan dan terjadi ekspansi dan distensi 2/3 bagian dalam vagina. Sumber pelumasan vagina seluruhnya bersifat intra-vaginal, karena cairan mungkin tetap tinggal di dalam vagina, kecuali dikeluarkan oleh jari atau karena pelumasan berat. Kadang-kadang satu atau kedua partner mempunyai asumsi yang salah, yaitu bahwa liang vagina yang kering berarti si wanita tidak bergairah. Kedua, walau perubahan fisiologis selama perangsangan seks mungkin berlanjut terus jika rangsangan seks dilanjutkan, terutama pada saat masturbasi. Pengalaman subyektif wanita merupakan deretan gelombang menaik dan menurunnya gairah atau ketegangan seks. Hal ini penting bagi wanita yang sulit bangkit gairahnya karena ia menjadi cemas jika gelombang gairahnya berkurang, kecemasan itu menghambat timbulnya gairah selanjutnya. Ketiga, kecepatan intensitas perubahan selama fase rangsangan sangat bervariasi pada setiap kegiatan seks pada wanita. Selama masturbasi fase biasanya cepat, beberapa wanita mampu orgasme dalam waktu 2 menit setelah mulai masturbasi. Hal ini sangat kontras dengan keyakinan yang dipegang teguh bahwa biasanya wanita jauh lebih lambat memberi tanggapan dibanding pria. Pada fase ini klitoris seringkali sangat sensitif, terjadi pembengkakan pada kepala klitoris dan memanjangnya batang klitoris, sehingga banyak wanita menganggap hubungan langsung pada kepala klitoris sangat menyakitkan. Pada fase ini labia major sedikit berpisah dan diameter meningkat, juga pada labia minor terjadi penebalan dan ekspansi, tubuh uterus terangkat dan leher uterus naik dari dasar vagina, juga terjadi ereksi puting susu (tidak pada semua wanita dan mungkin tertunda).
2. Fase Plateau
Fase ini merupakan tahap gairah atau ketegangan seksual yang tinggi. Selama ketegangan ini biasanya gairah seks agak mendatar. Ketegangan ini juga merupakan tahap yang mendahului tingkat ambang rangsang yang dibutuhkan untuk menimbulkan orgasme. Lamanya fase ini sangat bervariasi. Dalam fase ini terjadi pembengkakan 1/3 bagian luar vagina(orgasmis platform) mengarah ke penyempitan lubang vagina, distensi selanjutnya dari 2/3 bagian dalam vagina, Mundurnya kepala klitoris dan batang kedalam tudung klitoris dan menekan simfisis pubic, kadang-kadang partner wanita salah menduga bahwa hilangnya klitoris berarti wanita tidak bergairah lagi. Dalam fase ini terjadi pembesaran labia major lebih lanjut, perubahan labia minor menjadi merah gelap atau warna anggur, kenaikan uterus lebih lanjut, dan terjadi pembesaran buah dada dan pembengkakan areolar.
3. Fase orgasme
Munculnya orgasme di dahului oleh perasaan "orgasme tak terhindarkan". Orgasme mungkin ditimbulkan oleh refleks saraf sebagai respon terhadap vasokongesti genital luar. Orgasme diasosiasikan dengan perasaan nikmat yang bervariasi intensitasnya pada setiap kesempatan. Otot pubo-cocygeus berkonstraksi secara ritmis. Jumlah kontraksi bervariasi antara 5-15 kali. Tidak semua wanita menyadari kontraksi tersebut. Kontraksi dari 1/2 bagian luar vagina secara bertahap kemudian hilang. Juga terjadi kontraksi uterus pada bagian fundus hingga ke cerviks. Masih terjadi pembesaran buah dada dan perubahan warna pada labia major dan labia minor. Salah satu kesimpulan penting yang dicapai Masters dan Johnsons (1966) adalah tidak terdapatnya perbedaan fisiologis antara orgasme yang diakibatkan oleh rangsangan klitoris secara tidak lansung selama bersenggama dan yang terjadi sebagai tanggapan terhadap rangsangan klitoris secara langsung. Penemuan ini sedikit-banyak menggugurkan pendapat psiko-analis yang telah mendominasi bidang seksual wanita, bahwa "orgasme vaginal" bersifat superior dalam arti menunjukkan kematangan seksual yang lebih besar ketimbang "orgasme klitoris". Siklus respon seks wanita tampaknya tidak mencakup periode penyusutan (refractory) yang merupakan ciri khas respon seks pria. Jadi beberapa wanita mampu mengalami orgasme kedua segera sesuadah orgasme pertama tanpa kehilangan gairah dan lebih lagi dengan cara serupa, tapi hal ini tidak berlaku bagi semua wanita. Demikian juga jumlah orgasme yang mungkin dialami oleh seorang wanita tidak berhubungan dengan tingkat kepuasan seksnya. Juga cukup lazim bahwa wanita tidak mengalami orgasme meski tingkat gairah seks sangat tinggi. berbeda dengan pria, beberapa wanita melaporkan bahwa mereka tidak begitu membutuhkan orgasme setiap kali bercinta. Apakah ini pengaruh fisiologis atau budaya? tidaklah jelas, akan tetapi partner prianya yang paling menginginkan bila si wanita dapat orgasme guna memenuhi kecemasan tentang kejantanannya. Tekanan psikologis semacam itu dapat mengganggu kenikmatan seksual wanita. Sebaliknya juga terdapat banyak wanita yang tidak pernah atau jarang orgasme dan hal ini membuat mereka sangat frustasi.
4. Fase resolusi.
Selama fase ini perubahan anatomis dan fisiologis yang terjadi dalam ke-3 fase sebelumnya dibalik hingga kembali normal. Seperti sebelum bergairah, fase ini disertai perasaan relaksasi dan kepuasan. Pada fase ini ditandai dengan hilangnya bengkak vagina dan distensi klitoris, turunnya cerviks dan kembali normalnya pembengkakan pada puting susu. Fase ini sangat penting dalam hubungan seks karena meski gairah seks tinggi dan orgasme seringkali merupakan pengalaman yang sangat pribadi. Saat ini merupakan saat dimana pasangan berbagi perasaan dan mengalami perasaan keakraban yang unik disertai perasaan relaksasi yang mendalam yang menyertai hilangnya ketegangan otot secara cepat. Sebaliknya jika partner saling menutup diri, hal ini menyebabkan perasaan penolakan yang dapat menodai pengalaman seks secara keseluruhan. Kecepatan terjadinya resolusi bervariasi menurut sifat sisa siklus respon seksual dan faktor lain misalnya, usia dan apakah wanita itu punya anak. Seperti halnya sering terjadi pada masturbasi, jika siklus respon seks cepat, maka resolusi juga berlangsung cepat. Jika siklus lebih panjang maka resolusi terjadi lebih lambat, resolusi juga lebih lambat bila keadaan ketegangan seks tinggi telah dicapai namun tanpa terjadi orgasme.
Motif Dasar Manusia
1. Pendekatan teoretis terhadap motivasi. Naluri alamiah (insting) bawaan yang menentukan motivasi. Menurut Mc Dougall motivasi meliputi : kemahiran, rasa ingin tahu, konstruksi, pelarian diri, suka berteman, suka berkelahi, reproduksi, penolakan, merendahkan diri sendiri, penegasaan diri. Menurut Freud, naluri kehidupan diekspresikan dalam perilaku seksual dan naluri kematian yang mendasari tindakan agresif.
2. Lapar : untuk memenuhi kebutuhan fisiologis.
3. Sexualitas : pada orang laki-laki reaksi pengebiran menjadi rumit karena faktor emosi dan sosial, namun kebanyakan studi menunujkkan sedikit atau tidak adanya pengurangan motivasi sexual. Beberapa wanita menunjukkan peningkatan minat dalam minat sexual setelah menopause, mungkin mereka merasa tidak dihantui kehamilan. Pada wanita minat sex lebih dipengaruhi faktor sosial dan emosional dari pada oleh hormon.
4. Dahaga : kebutuhan fisiologis.
5. Menghindari rasa sakit. Aspek motivasi rasa sakit tergantung dari pengalaman perkembangan visual. deprivasi keindraan (pengurangan keindraan), menyebabkan perasaan mencekam, halusinasi visual, gangguan penyesuaian ruang-waktu, konsentrasi melemah.
6. Maternal motif (perilaku keibuan) : beberapa wanita membuang bayinya yang baru dilahirkan. Pada manusia dan primata pengalaman masa lalu jauh melebihi pengaruh "hormon keibuan" apapun.
7. Rasa ingin tahu dan pencarian rangsangan : kebutuhan rangsangan inderawi dan pencarian sensasi.
8. Penjelajahan dan manipulasi : manusia ingin menjelajah memanipulasi alam yang luasnya tiada batas ini.
Langganan:
Postingan (Atom)